www.satumedia.net |
Bangsa Indonesia kian
dikhawatirkan dengan kenakalan-kenakalan generasi muda diluar batas
seperti kriminalitas, penyalahgunaan
narkoba, dan seks bebas. Disamping itu, generasi muda juga dijamuri dengan
prilaku-prilaku kurang menghormati dan durhaka terhadap orang tua. Hal semacam
ini dibuktikan dengan maraknya kasus-kasus nyata yang terjadi di beberapa
daerah seperti yang beberapa bulan lalu terjadi di Kabupaten Mempawah, seorang ibu
yang tidak tahan dengan perilaku buruk dan kasar anaknya hingga Ia khilaf
menghabisi nyawa anaknya sendiri. Anak
tersebut memiliki perilaku buruk seperti suka mabuk-mabukan, bahkan sering
bersikap kasar hingga menodong orang tuanya dengan senjata tajam tatkala
keinginannya tidak dikabulkan. Di lain kasus juga sering kita jumpai
penelantaran-penelantaran yang dilakukan oleh anak terhadap orang tua
kandungnya bahkan parahnya lagi, hanya karena persoalan batas tanah anak tega
memenjarakan orang tuanya sendiri.
Hal semacam ini perlu
diperhatikan oleh setiap dan calon orang tua agar hal-hal tersebut dapat
dihindari. Anak merupakan aset berharga yang harus dijaga dan dididik agar
kelak dapat menjadi aset dunia maupun aset akhirat orang tua tatkala meninggal
dunia kelak. Anak yang elok prilakunya, sholeh/sholehah dapat menarik orang
tuanya ke syurga. Sebaliknya anak yang kurang elok prilakunya, seperti gemar
melakukan kemaksiatan dan kriminalitas justru akan menjerumuskan orang tuanya
ke jurang api neraka.
Anak harus dididik
dengan pola didik yang tepat. Ada banyak teori terkait dengan pola didik ini.
Dalam hal ini penulis hanya akan memaparkan bentuk pola didik dengan membagi
periode pola kembang anak ala sahabat Rasulullah, yaitu Ali bin Abi Thalib.
Sayyidina Ali ra
membagi periode kembang anak dalam beberapa periode sebagai berikut, yakni 0-7
tahun, 7-14 tahun, dan 14-21 tahun. Pembagian periode kembang ini penting agar
orang tua dapat lebih tepat dalam bersikap dan mendidik berdasarkan usia
anaknya. Sebab jangan-jangan pembangkangan, kedurhakaan, dan kurang
produktifnya anak-anak tatkala dewasa itu justru disebabkan oleh orang tuanya
sendiri yang tidak tepat dalam bersikap dan mendidik anaknya tatkala masih
kecil.
Periode
7 tahun pertama
perlakukanlah anak layaknya raja. Pada periode ini sepatutnya orang tua
melimpahkan kasih sayang dan perhatian yang penuh terhadap anak. Ada beberapa hal
yang harus diperhatikan orang tua pada periode ini yaitu jangan mudah marah-marah terhadap anak, dan jangan banyak larangan. Anak-anak yang
terbilang sedikit nakal dalam periode ini tentu menjadi hambatan bagi kedua
orang tua dalam mendidik, namun fahamilah bahwa kenakalan anak itu adalah kewajaran sebab sebenarnya
kenakalan anak itu sendiri sedikit banyak merupakan efek dari proses
pembelajaran anak sebagai wujud dari keperibadian dan kreatifitas dari anak itu
sendiri.
Pada
periode 7 tahun kedua perlakukanlah anak layaknya pembantu
atau tawanan. Maksudnya anak-anak harus mulai diberi batasan-batasan dalam
pergaulan, tutur sikap, serta ajarkan anak kemandirian dan kedisiplinan. Kemandirian
ini dapat berbentuk seperti mencuci pakaian, mencuci piring, dan menyetrika
pakaiannya sendiri. Disamping itu ajarkan pula anak untuk disiplin dalam
melaksanakan rukun-rukun islam seperti shalat, puasa, dan sebagainya.
Pemberlakuan reward and punishment
dapat diberlakukan pada periode ini, seperti memukul anak ketika tidak sholat
dan memberikan penghargaan tatkala anak rajin sholat, dapat berpuasa sebulan
penuh di bulan ramadhan, atau ketika anak berprestasi di sekolah. Hal ini diharapkan agar anak terpacu untuk
selalu giat berprestasi, mandiri dan
disiplin beribadah kepada Allah SWT.
Selanjutnya
pada periode 7 tahun ketiga, perlakukanlah anak layaknya
sahabat. Pada periode ini anak sudah
dapat diberikan kebebasan menentukan jalannya sendiri. Posisikan orang tua
sebagai sahabat tempat anak berkeluh kesah. Buat suasana yang nyaman sehingga
anak tidak sungkan untuk bercerita tentang masalahnya dan berikan solusi yang
tepat. Hal ini agar terjalin komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak.
Disamping itu juga untuk menghindari agar anak tidak melampiaskan masalahnya
dengan penyimpangan-penyimpangan sosial seperti penyalahgunaan narkoba, seks
bebas, maupun dengan tawuran antar pelajar.