Wednesday, 8 November 2017

Aspek Sosial dan Spiritualitas dalam Rangkaian Tradisi Robo-Robo

sumber : http://www.pontianakpost.co.id/sites/default/files/field/image/robo.jpg

Hari rabu terakhir bulan Safar adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat pesisir Kabupaten Mempawah, khususnya yang tinggal di Muara Kuala Mempawah. Pada hari tersebut terdapat tradisi yang setiap tahunnya diselenggarakan oleh masyarakat Kabupaten Mempawah, yaitu tradisi Robo-robo.
Tradisi Robo-robo merupakan napak tilas dari perjalanan Raja Opu Daeng Manambon beserta istrinya, Putri Kesumba dari Kerajaan Matan Sukadana (Kabupaten Ketapang) ke Kuala Mempawah untuk menerima titah kerajaan dari Putri Cermin. Istrinya, Putri Kesumba merupakan cucu dari Panembahan Senggaok yang merupakan keturunan dari Patih Gumantar dari Kerajaan Bengkulu Rajank Mempawah. Kedatangan Opu beserta istrinya ke kuala Mempawah tersebut terjadi pada hari rabu terakhir bulan Safar. Mereka disambut baik oleh masyarakat. Karena senang mendapat sambutan yang cukup baik, Opu Daeng Manambon pun memberikan bekal makanannya kepada masyarakat di pinggir sungai Kuala Mempawah. Selanjutnya, Raja opu daeng Manambon memanjaatkan do’a kepada Allah agar dihindarkan dari mala petaka. Kemudian dilanjutkan dengan makan bersama antara robongan kerajaan dengan masyarakat di pinggir sungai Kuala Mempawah.

Tradisi makan bersama ini terus dilestarikan oleh masyarakat Kabupaten Mempawah dan dinamakan dengan nama tradisi tolak bala. Tradisi tolak bala ini dilakukan dengan melakukan do’a dan makan bersama di tempat-tempat lapang seperti jalan-jalan desa, gang-gang maupun di sekolah-sekolah. Dalam tradisi ini masyarakat membaur. Tua, muda, kaya dan miskin membentuk barisan rapi di setiap jalan-jalan, dan gang-gang desa Kabupaten Mempawah.

Tradisi tolak bala pada rangkaian tradisi robo-robo ini memuat nilai-nilai spiritual dan sosial yang sepatutnya dijadikan pembelajaran bagi pemimpin-pemimpin di negeri ini. Dari sisi spiritualitas, seorang pemimpin harus sadar betul bahwa satu kerajaan, daerah, lebih luasnya lagi dalam lingkup Negara, tidak akan dapat maju, tenteram dan aman tanpa pertolongan dari Tuhan. Hal ini persis seperti apa yang dilakukan oleh Raja Opu Daeng manambon ketika akan menerima titah kerajaan yaitu dengan memanjatkan do’a agar dijauhkan dari bala dan mara bahaya. Bukan dengan bereuforia, dengan berpesta pora dan segala bentuk kesenangan lainnya. Beliau sadar betul ada kuasa yang lebih tinggi, yang karena kehendaknya kita bisa mendapatkan kebahagian, juga karena kehendaknya kita dapat mendapatkan kesengsaraan dan mala petaka.

Dari aspek sosial, Raja Opu Daeng Manambon yang melakukan makan bersama dengan masyarakat di pinggir sungai Kuala Mempawah mengajarkan bahwa seorang pemimpin harus mampu membaur dan memasyarakatkan diri dengan rakyatnya. Bukan menampilkan kesenjangan seolah Ia mempunyai kedudukan, merasa gengsi jika makan bersama dengan rakyat jelata.

Hal ini sangat sulit ditemui pada sosok pemimpin di masa ini. Jangankan untuk makan bersama dengan rakyatnya, untuk bertemu saja sudah susah. Mereka peduli dengan rakyatnya, blusukan di desa-desa hanya ketika sedang kampanye saja. Setelah itu, jangankan untuk makan bersama, untuk bertatap muka saja sudah sedemikian sulitnya. Mereka lebih senang makan di restoran-restoran mewah, dengan orang-orang yang hebat-hebat pula lengkap dengan ajudan-ajudannya. Kiri kanan mereka dijaga, yang tidak berkepentingan dilarang mendekat. Rakyat yang dulu memilihnya, kini bak rakyat jelata yang tak ada artinya. Mereka hanya sibuk dengan urusan perut, lupa dengan penderitaan rakyat. Membuat kebijakan sewenang-wenang dan menyengsarakan rakyat.

Berbeda cerita namun dalam satu hikmah, pemimpin yang merakyat dapat pula kita pelajari dari sosok Khalifah Umar bin Khattab. Kala itu tanah arab sedang mengalami masa paceklik. Lahan kekeringan, hewan ternak banyak yang mati, dan rakyat menderita kelaparan. Untuk mengetahui penderitaan rakyatnya, Umar bin Khattab ditemani Aslam melakukan perjalanan malam hari di perkampungan terpencil yang terletak di gurun sepi. Saat memasuki daerah tersebut, Khalifah umar bin Khattab terkejut mendengar isak tangis dari sebuah gubuk tua. Dihampirinya gubuk tersebut dan ditemuinya perempuan tua yang sedang memasak. Tampak pula dihadapan Umar seorang anak perempuan yang sedang menangis. Kemudian Umar bertanya mengapa anak perempuan tersebut menangis. Perempuan tua tersebut menerangkan bahwa anak tersebut menangis karena kelaparan. Khalifah umar terperanjat lantas kemudian ditanyanya apa yang sedang dimasak oleh perempuan tua tersebut. Alangkah terkejutnya umar ketika melihat, apa yang dimasak oleh perempuan tua tersebut adalah batu.

Setelah mendengar keluhan dari perempuan tua tersebut, khalifah umar langsung bergegas kembali ke madinah untuk membawakan sekarung gandum lalu memikulnya sendiri. Melihat hal tersebut, Aslam lalu menawarkan diri untuk membantu Umar. Bukannya senang atas bantuan tersebut, khalifah Umar malah marah dan berkata “Wahai Aslam, apakah engkau mau menjerumuskan aku ke dalam api neraka. Apakah engkau kira setelah menggantikan aku memikul karung ini maka engkau akan memikul beban ku nanti di akhirat kelak? “. Aslam pun tertegun mendengar hal itu. Ia sadar betul bahwa kepemimpinannya kelak akan dipertannggung-jawabkan kepada pencipta. Demikianlah keteladanan Khalifah Umar yang dapat kita contoh bersama terkhusus bagi pemimpin di negeri ini.

Melalui tradisi tolak bala yang dilakukan dengan makan dan do’a bersama oleh Raja Opu Daeng Manambon, beserta kisah Khalifah Umar Bin Khattab diatas, memberikan hikmah bahwa pemimpin sepatutnya memasyarakatkan diri dengan rakyatnya, membaur agar dapat mendengarkan keluh kesah dan penderitaan rakyat. Bukan malah duduk tenteram di kantor, bergelimangan harta dengan fasilitas mewah. Melupakan bahwa dirinya hanyalah sebatas wakil rakyat yang harus kembali dan menemani rakyat. Disamping itu, seorang pemimpin harus mampu menampilkan nilai-nilai spiritualitas, harus senantiasa tunduk dan berserah diri pada kuasa pencipta, bukan dengan bersombong diri, bertinggi hati. Ikhtiar itu perlu, namun jangan lupa berserah diri pada Sang Maha segalanya.

    Choose :
  • OR
  • To comment
No comments:
Write comments