Saturday, 29 October 2016

Senioritas dan Kebebasan Berpendapat


            Junior merupakan periode awal bagi Individu  yang ingin masuk ke dalam suatu lingkungan yang baru, suatu lingkungan yang jauh berbeda dari lingkungan asalnya.  Dalam masa ini tentunya akan banyak perbedaan yang akan dirasakan oleh individu tersebut. Merasa terasingkan misalnya.
            Mahasiswa baru atau yang lebih umum dikenal dengan sebutan Maba adalah sosok junior yang baru menempuh bangku kuliah. Tentu banyak hal yang baru, yang berbeda, yang dialami oleh individu  pada masa ini. Mulai dari status pendidikan, atau mungkin “perlakuan”. Masa Maba ini umumnya dirasakan berat oleh semua individu sebab dalam masa ini seorang individu dituntut untuk patuh dan taat dengan yang namanya “aturan senioritas”.
Sedikit melirik ke belakang dari mana asal adanya doktrin senioritas, Indonesia yang dulunya merupakan bekas Negara jajahan tentunya memiliki latar belakang kehidupan yang berbeda jika dibandingkan dengan Negara-negara adikuasa pada zamannya, yang lahir dan berkembang dalam kehidupan bermasyarakat. Doktrin sebagai Negara jajahan yang dulunya ditanamkan oleh rezim kolonialisme dulu, saat ini seakan menjadi makanan sehari-hari yang konon bisa dijadikan sebagai tradisi turun temurun. Doktrin Senioritas misalnya. Adakah bagi bangsa yang dulunya mengedepankan asas kekeluargaan ini mengenal apa itu senioritas?. Penulis rasa itu tidak, serta tidak akan pernah ada yang namanya itu. Bahkan penjajah saja enggan menerapkan asas senioritas di negaranya. Semua dapat kita lihat  pada bentuk orientasi mereka di kampus-kampus Negara mereka  misalnya. Tidak ada bullyan sedikitpun untuk junior. Senior difungsikan sebagai pembimbing, perangkul yang muda. Hal ini sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan yang ada di Negara ini. Di zaman orde barupun doktrin seperti ini juga turut diterapkan, prinsip yang kuat yang berkuasapun tak luput diterapkan layaknya bentuk kolonialisme baru bagi Negara yang baru merdeka. Pemerintah bersikap otoriter. Hak bicara seakan hanya milik penguasa. Kritik sosialpun diabaikan.
            Senioritas menurut penulis, lahir dan hanya ada di Negara-negara yang baru berkembang, Negara bekas jajahan, seperti halnya pada Negara ini. Senioritas merupakan bentuk baru dari doktrin kolonialisme yang mana yang di bawah harus tunduk pada penguasa, yang baru harus tunduk pada aturan yang lama, yang lemah harus tunduk kepada yang kuat, kebebasan berpendapat dibatasi.
            Dalam hal Orientasi di Negara ini misalnya, umumnya berlaku beberapa pasal yang konon dibuat untuk melanggengkan asas senioritas. Senior ibarat mahluk tanpa celah, tanpa salah. Apapun yang dilakukan mereka merupakan perintah, tidak ada kata salah untuk mereka. Mirip halnya seperti pada masa kolonialisme dan Orde baru. Kebebasan berpendapat junior dibatasi.
            UUD NRI tahun 1945 pasal 28 menegaskan kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 19 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia juga mengatur bahwa “ Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hal ini termasuk mendapat kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat-pendapat dengan cara apapun juga dan tidak memandang batas-batas”.
            Dalam hal ini jelas adanya bahwa setiap orang memiliki hak asasi yang sama sebagai kodrat lahiriahnya, sama-sama berhak bicara, menyampaikan pendapat yang menjadi unek-unek dalam fikirannya tanpa tekanan, tidak peduli status, yang muda atau yang tua, junior atau senior, mereka memiliki hak yang sama. Nah, dalam hal ini, menyampaikan pendapat tentunya harus dengan memperhatikan beberapa aspek sebagai berikut diantaranya dengan argumentasi yang kuat dan jelas, mementingkan kepentingan orang banyak, serta terbuka menerima pendapat atau sanggahan dari orang lain. Faktanya pada poin ketiga ini sudah sangat sedikit sekali dimiliki oleh tiap individu pada masa ini. Seringkali kita jumpai dalam rapat misalnya, seolah-olah merasa diri yang paling benar sehingga secara sadar atau tidak, hak bicara orang lainpun kita batasi. Seakan hanya pendapat kitalah yang paling benar. Hak orang lain kita langgar. Ketika pendapat orang lain berbeda dengan jalan fikiran kita, bukannya menghargai, tapi malah menjudge, perkataan yang tidak baikpun terlontar. Rapat yang umumnya dijadikan sebagai sarana musyawarah untuk mufakat kini berubah menjadi ajang untuk berdebat, ajang adu hebat.
            Analogi maba dan kampus hanya merupakan analogi kecil dari praktek senioritas yang berkembang di Negara ini, tentunya masih banyak lagi praktek-praktek senioritas yang masih berkembang di masyarakat. Senior junior nyatanya memang kodrat, tapi tidak untuk senioritas. Yang tua patutnya membimbing yang muda, mengarahkan dengan ajakan yang hikmah dan hasanah. Kemerdekaan berpendapat itu mutlak milik setiap orang. Tentunya merupakan bentuk pelanggaran hukum jika kita membatasi hak orang lain berpendapat. Tidak selamanya yang tua itu benar, namun juga belum tentu yang mudalah yang benar. Menghargai pendapat orang lain merupakan bentuk sikap luhur yang harus dipupuk di diri kita. Terlepas dari benar atau salahnya pendapat mereka, jika ingin menyanggah maka sanggahlah dengan cara yang baik, bukan dengan teriakan menjatuhkan yang hanya akan menyulut amarah dan kebencian. Hargai pendapat tanpa batas.

Kondom gratis, Solusikah?

http://www.clearlysurely.com

   AIDS merupakan penyakit mematikan yang disebabkan oleh virus HIV ( Human Imunodeficiency
  Virus), yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Virus ini mampu menggerogoti sistem kekebalan tubuh sehingga daya tahan tubuh manusia menjadi lemah terhadap serangan berbagai jenis penyakit. Bayangkan saja jika sebuah sistem pertahanan perang sudah hancur, maka akan sedikit harapan untuk selamat. Begitu pula hal yang akan terjadi terhadap sistem pertahanan tubuh manusia. Ketika infeksi HIV berganti AIDS, maka segalanya akan sulit.
   Nah, dalam menanggulangi bahaya AIDS ini, Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan secara terang-terangan Mengkampanyekan sikap peduli terhadap penularan Virus HIV ini dengan melakukan pembagian kondom gratis seperti yang dilakukan pada peringatan Hari AIDS Sedunia 1 Desember kemarin. Na’asnya lagi, pembagian alat kontrasepsi ini dibagikan di jalanan umum, dan terkadang diberikan ke sembarang orang, bukan di tempat-tempat yang rawan akan penyebaran virus ini seperti tempat-tempat prostitusi dan sejenisnya. Penulis sering menemukan, teman-teman sebaya penulis ketika peringatan Hari AIDS Sedunia ini juga turut mendapat barang ini. Solusikah? Atau malah akan mendatangkan mudharat lain setelah aksi kampanye ini?. Yang jadi pertanyaan penulis, Apakah virus AIDS cuma bisa menyebar melalui hubungan seks bebas sehingga pembagian kondom gratis ini menjadi solusi utama?. Terus bagaimana dengan penyebaran HIV oleh pengguna Napza suntik? Apa solusi pemerintah?.
   Mati satu tumbuh seribu. Tuntas satu masalah, muncul lagi beribu masalah. Liberalisme, langkah awal merusak generasi muda. Tidakkah Pemerintah terfikir apa jadinya jika barang tersebut diterima oleh pelajar-pelajar dan apa yang akan dilakukan oleh mereka terhadap benda itu?. Manfaatkah untuk mereka terhadap barang itu?.

   Banyak jalan menuju Roma, setidaknya itulah pribahasa yang pantas dilontarkan terhadap kebijakan pembagian kondom gratis ini. Sudah buntukah fikiran Pemerintah untuk menanggulangi masalah penyebaran penyakit antabarantah ini?. Setidaknya ada solusi edukasi, tutup tempat-tempat prostitusi!, kasih pemahaman kepada masyarakat mengenai bahaya AIDS. Solusinya bukan dengan penurunan angka namun prilaku seks bebasnyanya masih ada atau mungkin akan bertambah. Aneh? Mereka-mereka mengatakan itu hak asasi mereka, kita tidak mempunyai hak melarang mereka berseks bebas ria asal tidak AIDS tapi di lain pihak sang Menteri Pendidikan menanamkan program Pendidikan Karakter, pendidikan moral bangsa.

Promosikan Daerah Melalui Media Film

grayscalemarketing.com/images/industries/media.png


















Even Sensasi  Anak Daerah (SENADA) 25-27 Desember 2014 sedikit banyaknya membuka mata kami sebagai panitia pelaksana, memberi kami pencerahan mengenai peran seperti apa yang bisa kami lakukan untuk mengembangkan daerah kami, Kabupaten Mempawah. Di lomba menulis Essay misalnya. Begitu banyak ide-ide yang dipaparkan oleh para peserta lomba. Anggelia Viniwati siswi SMAN 1 Mempawah Hilir misalnya, beliau memaparkan mengenai konsep film untuk memperkenalkan potensi wisata daerah. Kita ketahui bersama, film adalah media yang sangat disenangi oleh tidak hanya kaum muda, kaum tuapun turut senang menonton film. Dapat dikatakan bahwa film disukai semua kalangan. Melalui film kita dapat memperkenalkan tokoh, budaya, bahkan tempat wisata suatu daerah ke kancah nasional hingga dunia dengan tujuan ya agar semua itu dapat dikenal oleh khalayak ramai, tidak hanya diketahui oleh masyarakat lokal saja. Keefektivitasan peran film sebagai sarana untuk memperkenalkan potensi daerah dapat kita lihat pada film laskar pelangi. Siapa yang tidak mengenal film ini? Film yang digarap dari novel karya andrea hirata ini sangat tenar dikalangan anak negeri bahkan sampai ke mancanegara. Film yang yang mengangkat kisah nyata 10 anak miskin Belitung yang bersemangat mengenyam pendidikan ditengah keterbatasan ini bukan hanya mendatangkan keuntungan yang besar bagi penggarap novel dan filmnya, tapi juga mendatangkan keuntungan bagi warga Belitung itu sendiri. Belitung yang dulunya kuarang diperhatikan oleh masyarakat luar, kini seakan menjadi primadona. Desa Tanjung Tinggi, tepatnya di pantai Tanjung Tinggi yang merupakan lokasi syuting film garapan sinies muda Indonesia, Riri Riza. Pantai ini menjadi destinasi utama wisatawan yang berkunjung ke daerah ini sejak setelah film laskar pelangi tenar dan ditonton oleh jutaan pasang mata. Bandingkan dengan dulu, sebelum film laskar pelangi ada. Pantai ini begitu sepi pengunjung. Seperti yang diungkapkan oleh warga sekitaran pantai, “Dulu, sebelum ada film Laskar Pelangi tidak ada orang yang berkunjung ke pantai ini, jangankan wisatawan dari luar kota, orang kampung sini pun tidak banyak yang kesini” tutur Memet seorang warga asli Belitung. Coba kita bandingkan dengan sekarang, riuh ramai suara wisatawan telah dapat kita dengar saat kita memasuki area ini.
Nah, tempat-tempat wisata yang ada di Kabupaten Mempawah sebenarnya tidaklah kalah jika dibandingkan dengan tempat wisata di tanah Jawa  dan Bali misalnya. Begitu banyak tempat wisata yang dapat ditemui.  Namun sayangnya tempat-tempat wisata ini sangat-sangat kurang dikenal oleh masyarakat luar. Pengelolaannyapun juga kurang. Untuk wisata pantai kita punya Pulau Temajo.
Pulau Temajo yang terletak di perairan wilayah Kabupaten Pontianak. Dari muara Sungai Kunyit, sekitar 86 km dari kota Pontianak, Pulau Temajo dapat ditempuh dengan perahu motor dalam waktu sekitar 45 menit. Pulau seluas 700 hektar ini sebagian besar masih berupa hutan belantara. Namun sejak tahun 1989, sebagian kecil Pulau Temajo yang
merupakan tanah warisan, mulai digarap menjadi tempat peristirahatan pribadi dengan dibangunnya sejumlah vila. Pulau ini betul-betul masih perawan. Air laut di sekeliling pulau ini masih jernih, belum terkena polusi. Udaranya pun segar. Pada saat-saat tertentu, di sekitar perairan pulau ini terlihat lumba-lumba berenang. Bahkan paus pun pernah terlihat di kawasan itu. Pada tahun 1991 lalu, seekor paus terdampar mati di tepi pantai. Bekas tengkorak dan rahangnya kini dijadikan “monumen” di depan vila.
Selain pulau temajo, saat ini kita juga mempunyai objek wisata pantai kijing. Pantai ini memiliki pasir putih yang landai disertai dengan banyak pohon kelapa di tepi-tepi pantainya. Begitu asri. Jarak tempuh untuk mencapai lokasi ini sekitar 70 km dari Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Untuk mengunjunginya kita dapat menggunakan kendaraan roda dua dan empat. Pantai Kijing merupakan pantai yang indah, terletak 18 km dari arah Utara Kota Mempawah menuju arah Kota Singkawang. Untuk bisa memasuki lokasi wisata ini, pengunjung hanya dipungut biaya sebesar Rp 5.000 perorang. Pantai yang terletak di Barat Kalimantan ini tersedia sejumlah fasilitas. Seperti kantin, musholla, vihara, taman dan panggung pertunjukan. Panggung pertunjukan umumnya digunakan sebagai tempat hiburan di hari-hari libur.
Selain itu kita juga mempunyai objek wisata Pulau Penibung, pulau ini terletak diseberang lokasi pusat hiburan wisata nusantara. Untuk menyeberang ke pulau ini kita dapat menghubungi pengemudi perahu motor yang ada diseberang, mereka selalu siap mengantar dan menjemput kembali  ke pulau Penibung. Pulau ini tidak luas dan masih memungkinkan untuk mengelilinginya dalam waktu singkat. Pulau Penibung masih didominasi oleh pohon-pohon besar yang rindang yang menjadikan pulau ini rindang dan teduh. Batu – batu karang yang kokoh terlihat indah disekeliling pulau yang sering dijadikan tempat bersembunyi bagi kepiting dan ikan.
            Beralih ke sektor budaya dan tempat-tempat bersejarah. Even budaya Robo-robo yang setiap tahunnya diadakan di Muara Kuala Mempawah, Even naik Dango, dan Cap Go Meh adalah contoh kecil dari even budaya yang dapat ditonjolkan dari kabupaten Mempawah. Selanjutnya ada juga tempat-tempat peninggalan bersejarah seperti Keraton Amantubillah, Makam Habib Husein Al-Qadri, Makam Sultan-sultan Mempawah, Makam Opu Daeng Manambon di Sebukit Rama, dan Makam Juang Mandor adalah tempat-tempat yang dapat menjadi objek wisata unggulan bagi masyarakat Kabupaten Mempawah jika dikelola dengan dengan baik dan jika dikenal oleh masyarakat luas bukan hanya oleh masyarakat sekitar, tapi juga oleh nasional dan dunia. Hal ini tentunya harus menggunakan cara-cara modern. Tidak cukup dengan hanya dari mulut ke mulut.
















Media film merupakan salah satu sarana yang efektif untuk memperkenalkan objek wisata tersebut. Dan tentunya hal ini memerlukan dukungan generasi-generasi muda yang berkecipung di dunia ini. Teman-teman yang senang di dunia perfilman sangat-sangat diharapkan untuk memperhatikan ini. Hal ini guna memperkenalkan identitas daerah kita ke kancah nasional atau mungkin ke mancanegara. Keuntungannya bukan cuma untuk si penggarap filmnya saja, tapi dampaknya juga akan dapat dirasakan oleh masyarakat kita yang ada di Kabupaten Mempawah. Dengan dikenalnya objek wisata tersebut dikancah Nasional dan Mancanegara setidaknya akan memancing turis-turis mereka untuk berkunjung ke daerah kita. bayangkan dampaknya bagi perekonomian masyarakat. Setidaknya inilah yang dapat kita lakukan untuk daerah kita. begitu sayang kalau objek-objek wisata tersebut cuma dikenal dikalangan kita saja. Dan untuk Pemerintah daerah hendaknya lebih memperhatikan aset-aset daerah tersebut. Berbagai fasilitas, sarana dan prasarana diperbaiki dan dirawat. Dengan tujuan agar objek-objek wisata tersebut terlihat lebih menarik dan terurus dan dapat menarik minat wisatawan lebih banyak lagi. Begitu sayang untuk dibiarkan. Karena jika dilihat, aset-aset kita tidaklah kalah dengan daerah-daerah luar, Jawa dan Bali misalnya asal dikelola dengan baik dan yang terpenting dipromosikan, salah satunya dengan film. Belitung saja bisa kenapa kita tidak?.

Jejak Fajar Sang Pahlawan Mangrove



Debur ombak lautan, berderu menghantam pesisir yang rapuh, mengikis daratan yang gersang menjadi lautan. Sedikit demi sedikit daratan pun sirna. Pasir putih hilang berganti lumpur yang pekat tak ditumbuhi sebatang pohon apapun. Tak terdengar lagi kicauan burung bernyanyi di pinggiran pantai, terasa sepi, burung-burung  bermigrasi meninggalkan pinggiran pantai berlumpur.

Tampak pula lautan yang seolah menantang jalanan, mendekat dan terus mendekati jalanan itu. Di lain sisi, seonggok pulau bergerak menjauhi pesisir, tempat yang dulunya menyatu, terputus sebab tergerus ombak yang kian terus menghantam dengan hebatnya, menjadikan sebagian tanahnya yang lain menjadi lautan.

Pesisir asri bak bunga mimpi yang menjadi cerita tak berbekas. Mangrove yang rindang kini gersang tak mau tumbuh, seolah marah terhadap keserakahan manusia yang bisanya hanya merusak namun tak berniat memperbaiki. Ada yang sadar, namun tak sedikit pula yang menutup mata atas kemarahan alam kala itu.

Pasir putih yang berganti lumpur, Mangrove yang rindang berganti gersang, dan lautan yang sedikit demi sedikit mengikis daratan menantang jalanan. Hal ini seolah tak cukup menjadi satu peringatan kekecewaan dan kemarahan alam atas manusia. Hanya sedikit yang sadar, memohon maaf pada alam dengan mengembalikan kesejukan yang dulu pernah alam berikan.

Ialah seorang Raja Fajar Azansyah, perintis sekaligus ketua Mempawah Mangrove Conservation (MMC). Lulusan Tourism Manajement di STIEPAR Yapari Akripa Bandung. Pemuda kelahiran Tanjung Pinang yang kini tinggal di Mempawah, Kalimantan Barat. Potret pribadi yang patut ditiru atas dedikasinya terhadap keberlangsungan hutan Mangrove di pesisir Kabupaten Mempawah.

Berawal dari keperihatinannya atas pesisir Kabupaten Mempawah yang kian hari semakin tergerus, Beliau dan beberapa rekannya mencoba menjemput simpati dari sekolah ke sekolah, dari instansi ke instansi bak seorang sales guna menyadarkan akan pentingnya menjaga kelestarian hutan Mangrove yang saat itu kian memperihatinkan terkhusus di beberapa desa seperti di desa pasir, desa benteng, desa bakau besar laut, dan beberapa desa lain yang ada di kabupaten Mempawah.

Dikisahkan oleh Pak Bakar, tokoh masyarakat pesisir Desa Pasir, Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Beliau mengungkapkan bahwa wilayah yang kini tergerus abrasi tersebut dulunya merupakan lahan sawah. Wilayah tersebut dulunya merupakan penghasil lumbung padi yang lumayan besar dengan stok beras hingga sebesar 7 ton beras. Namun citra tersebut kini sirna digerus oleh abrasi pantai yang menghantam wilayah tersebut.

Raja Fajar Azansyah mengungkapkan bahwa Kabupaten Mempawah memiliki garis pantai sepanjang 120 km yang rawan abrasi. Abrasi pantai di Mempawah ini telah terjadi mulai tahun delapan puluhan hingga sekarang dengan panjang abrasi sepanjang satu setengah hingga 2 km. Ini menggambarkan sebegitu parahnya dampak abrasi yang dialami oleh wilayah ini.

Abrasi ini mengancam masyarakat yang tinggal di sekitaran daerah pesisir. Banyak diantara mereka yang sekarang pindah ke daratan disebabkan tanah yang dulunya mereka tinggali kini telah menyatu dengan lautan. Hal ini seperti yang terjadi pada pulau penibung.

Dulunya pulau tersebut menyatu dengan daratan, namun dikarenakan ombak lautan yang terus menerus menghantam wilayah ditambah tidak adanya hutan Mangrove yang menjadi benteng deburan ombak, kini pulau tersebut telah terpisah jauh dari daratan.

Salah satu anggota MMC, Sah hardiansyah menambahkan bahwa pulau penibung sendiri mulai terkikis pada sekitar tahun 2000an. Beliau mengisahkan bahwa di pulau penibung tersebut dulunya ditinggali oleh Pak Boyo yang memelihara sapi dan kuda.

Ketika pulau tersebut sedikit demi sedikit terpisah dari daratan, Pak Boyo pun mencoba untuk membuat jembatan dari tanaman nibung yang beliau gunakan untuk menyeberangi pulau tersebut. Namun disebabkan oleh kondisi pulau yang semakin menjauh dari daratan, Pak Boyo pun kemudian memantapkan diri untuk pindah ke Desa Pasir.





Sumber : Dokumentasi MMC
Selain abrasi yang terjadi di Desa Pasir, abrasi pantai yang parah juga terjadi di Desa Sungai Bakau Besar Laut, Kecamatan Mempawah Timur, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Raja Fajar Azansyah mengungkapkan, Desa Sungai Bakau Besar Laut dulunya memiliki garis pantai sepanjang 4 kilometer dilengkapi dengan rimbun hutan Mangrove. Namun saat ini, garis pantai yang cukup panjang tersebut telah kehilangan sebesar 3 kilometer hutan Mangrovenya.

Atas dasar keperihatinan tersebut, maka Raja Fajar Azansyah dengan 3 orang rekannya membuat komunitas yang Beliau namakan Mempawah Mangrove Conservation (MMC) yang dengan Beliau sendiri sebagai ketuanya. Komunitas ini merupakan organisasi kemasyarakatan yang mulai dibentuk pada tahun 2011 di Mempawah.
Banyak hal yang telah dilakukan oleh organisasi ini guna menyadarkan masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian Mangrove di daerah rawan abrasi, dimulai dengan datang dari sekolah ke sekolah guna mengkampanyekan jargon Save Our Mangrove Forest, turut juga diadakan aksi koin Mangrove kala itu guna menghimpun dana untuk pembelian bibit Mangrove dari sekolah ke sekolah.

Hal ini disebabkan oleh tidak adanya suntikan dana dari instansi atau sponsor apapun yang setidaknya dapat membantu mereka dalam memperoleh bibit yang nantinya akan mereka tanam. Segala dana penunjang murni dari kantong mereka pribadi. Semua itu mereka lakukan hanya untuk satu hal, pesisir pantai terselamatkan dan hutan Mangrove yang gersang kembali rindang di bumi galaherang.

Tuhan Maha Tahu dan Maha Penolong atas usaha tulus hambanya. Berawal dari 3 orang Mangrove volunteers, kini MMC telah memiliki lebih dari 500 orang lebih Mangrove volunteers yang kiat membantu dan peduli terhadap kelestarian hutan Mangrove di pesisir-pesisir pantai Bumi Galaherang.

Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh MMC, saat ini mereka bersama teman-teman Mangrove volounteers  telah menanam sebanyak 137.500 pohon Mangrove di 7 Desa di Kabupaten Mempawah dengan total  luas lahan sebesar 13,75 Ha lahan terhitung dari akhir tahun 2011 hingga tahun 2015 dan penanaman ini masih terus berlanjut dilakukan.

Hal ini sebenarnya belumlah cukup untuk mengembalikan kejayaan hutan Mangrove  tempo dulu di Kabupaten Mempawah. Namun setidaknya hal ini telah menjadi langkah awal bagi kelestarian hutan Mangrove ke depannya.





Sumber : Database MMC
Disamping melakukan konservasi, Raja Fajar Azansyah beserta Rekan MMC lainnya juga membentuk industri menengah yang kreatif dengan memanfaatkan buah  tanaman Mangrove jenis  sonneratia apetala atau yang lebih dikenal dengan buah kedabu, menjadi olahan sirup Mangrove dan olahan dodol yang enak dan sehat untuk dikonsumsi.

Industri menengah yang  kreatif ini melibatkan ibu-ibu rumah tangga di Desa Sungai Bakau Besar Laut, Kecamatan Mempawah Timur, Kabupaten Mempawah. Dengan adanya industri menengah yang kreatif ini diharapkan agar buah kedabu yang banyak tumbuh di  pesisir Kabupaten Mempawah dapat termanfaatkan dan menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat sekitar.





Sumber : www.bloggerborneo.com
Tidak cukup pada dua hal diatas, Raja Fajar Azansyah beserta rekannya di MMC juga sedang gencar-gencarnya membangun Mempawah Mangrove Park (MMP) sebagai upaya untuk menjadikan hutan Mangrove yang telah dibangunnya sebagai destinasi wisata berbasis Mangrove Ecotourism atau tempat wisata berbasis lingkungan hutan Mangrove.

MMP ini telah diresmikan pada tanggal 23 agustus 2016 yang bertempat di Desa Pasir, Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten Mempawah. Beberapa fasilitas umum telah disediakan seperti WC umum, Rumah Mangrove, playground untuk anak-anak, dan 8 buah kanoo yang disewakan.

 
 

Berdasarkan data yang dihimpun oleh MMC, diketahui bahwa jumlah pengunjung MMP periode tanggal 6 agustus hingga 12 September 2016 yaitu sebesar 3625 orang. Hal ini dapat dilihat pada grafik dibawah. Sebuah angka yang lumayan besar untuk sebuah tempat wisata baru.




Sumber : Database MMC
Semua hal diatas tidaklah mudah untuk mewujudkannya. Begitu banyak halang rintangan yang Fajar Azansyah beserta rekan-rekannya hadapi. Beliau mengungkapkan  bahwa untuk membentuk sebuah organisasi kemasyarakatan yang berniat melakukan konservasi Mangrove ini tidaklah mudah. Begitu banyak cercaan, cemohan, serta kata GILA yang telah mereka terima. Masyarakat dan teman dekatnya bahkan menganggap mereka di MMC kurang kerjaan melakukan konservasi Mangrove, mereka beranggapan bahwa Mangrove tersebut dapat tumbuh dengan sendirinya tanpa harus ditanam.

Namun, hal ini tidak menyurutkan semangat meraka untuk terus melakukan konservasi. Berawal dari 3 orang “GILA”, saat ini mereka telah memiliki hampir 500 lebih volounteers. Dari yang dulunya mereka tidak dapat bekerja sama dengan masyarakat, kini masyarakat dan tokoh masyarakat setempat telah mendukung dan sadar akan pentingnya melestarikan serta menjaga hutan Mangrove.

Diungkapkan juga bahwa MMC aktif melakukan konservasi di beberapa tempat seperti di Desa Pasir, Purun Kecil, Sungai Bakau besar laut, Sungai Bakau Besar Kecil, dan Desa Penibung. Saat ini, telah banyak mitra kerja dan donator dari berbagai corporasi, individu serta pemerintahan Provinsi dan Kabupaten yang telah mendukung MMC.

Di samping itu, Raja Fajar Azansyah juga mengungkapkan bahwa saat ini MMC telah menerima 10 mahasiswa magang dari jurusan kehutanan Fakultas Kehutanan dan jurusan Kelautan FMIPA UNTAN yang menjadi mitra teman-teman mahasiswa yang melakukan penelitian skripsi terkait objek penelitian Mangrove di Kabupaten Mempawah.

Selain itu, Fajar juga berharap agar ada regulasi atas perlindungan hutan Mangrove yang ada baik berupa PERDA, PERBUP ataupun PERDES seperti yang pernah dilakukannya bersama pemerintahan desa Sungai Bakau Kecil awal tahun 2016 lalu. MMP ini dibuat semata agar MMC dan masyarakat dapat lebih mandiri dan lebih cepat dalam melakukan konservasi serta penanaman Mangrove.

Beliau berharap agar pemerintah daerah dapat membantu menambah fasilitas yang ada agar MMP dapat lebih menarik lagi untuk dikunjungi. Di samping itu, Beliau juga berharap agar MMP kedepannya dapat berkembang dan menjadi destinasi wisata favorit di Kabupaten Mempawah dan Kalbar.

Sekularisme Terbukti Bukan Solusi

http://www.hidayatullah.com/
Sekularisme merupakan suatu ideologi yang mulanya berkembang di dunia barat dan kemudian menyebar hampir ke seluruh dunia tak terkecuali ke dunia Islam. Ideologi ini mempunyai tujuan yaitu memisahkan antara urusan manusia dengan urusan ketuhanan. Hal ini berarti dalam ideologi sekularisme, agama akan dipisahkan dalam ranah publik atau Negara. Mereka beranggapan bahwa urusan agama merupakan urusan pribadi yang tidak perlu dibawa dalam urusan publik salah satunya dalam urusan politik. Sekularisme didefinisikan sebagai pembebasan manusia dari nilai-nilai agama dan metafisika. Ideologi ini berusaha menghapus nilai-nilai keagamaan yang mencakup penggunaan simbol-simbol keagamaan. Hal semacam ini dulu pernah diterapkan di Negara turki paska runtuhnya kekhalifahan utsmaniah yang memimpin turki lebih dari enam abad lamanya. Terhitung dari tahun 1299 hingga 1923 Masehi.

Sekularisme dan westernisasi yang merajelala di Turki mendatangkan kemudaratan yang besar dari sisi moral dan etika sebagai Negara yang mayoritas beragama islam. Bagaimana tidak, pada kala itu hak muslimah untuk menggunakan jilbab dibatasi. Setiap mahasiswi dilarang menggunakan jilbab di wilayah akademik Turki, di sekolah maupun kampus. Konsumsi bir merajalela. Pembangunan tempat ibadah dibatasi.

Dari sisi ekonomi, julukan "The Sick Man of Europe” begitu melekat bagi Negara yang satu ini. Perekonomian Turki terpuruk ke peringkat 111 dunia. Negara Turki kala itu menjadi pengemis bantuan. Sekularisme yang dianggap akan mampu membawa Turki dapat bergabung dengan uni Eropa dan dengan itu diharapkan dapat meningkatkan perekonomian Turki yang terpuruk, seakan hanya menjadi angan-angan. Turki diejek dengan julukan “si kecil yang ingin bergabung dengan raksasa Eropa”. Begitu memalukan sekali Turki kala itu.

Berbeda dengan Turki saat ini. Kini Turki telah bangkit dari keterpurukan. Sekularisme Turki sedikit demi sedikit disingkirkan dari tatanan kehidupan Turki yang demokratis dan agamis. Aturan pelarangan jilbab dihapus, warga Turki yang dulunya sekuler, yang tak peduli dengan aturan agama, kini telah kembali ke jalan agama yang lurus. Masjidpun kembali ramai dikunjungi di waktu-waktu shalat. Sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Umum BAZNAS Dr. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc saat mengunjungi Turki. Ia mengungkapkan kekagumannya atas masjid Turki yang penuh sesak dipenuhi oleh jama’ah muda ketika shalat subuh dilaksanakan. Ramainya seperti ramainya jama’ah shalat jum’at di Indonesia.

Turki telah kembali ke fitrahnya sebagai Negara yang religius, Negara inipun bangkit tak hanya dari sisi religiulitasnya saja, tapi dari seluruh aspek sosial dan pengaruhnya di dunia Internasional. Perekonomian Turki meningkat dari peringkat 111 dunia ke peringkat 16 dunia dengan rata-rata peningkatannya sebesar 10 % pertahun, yang artinya kala ini Turki telah masuk menjadi 20 negara besar terkuat di dunia.

Dari dunia penerbangan, Turkish Airline meraih peringkat sebagai maskapai penerbangan terbaik di dunia 3 tahun berturut-turut. Dan untuk pertama kalinya Turki di masa modern ini memproduksi sendiri Tank baja, pesawat terbang dan pesawat tempur tanpa awak, serta satelit militer modern pertama yang multi fungsi.

Dari dunia pendidikan, saat ini Turki dalam 10 tahun kepemimpinan Erdogan telah membangun 125 universitas baru, 189 sekolah, 510 rumah sakit baru, dan 169.000 kelas baru yang modern sehingga rasio siswa per kelas tidak lebih dari 21 orang perkelas. Diceritakan tatkala krisis ekonomi menimpa Eropa dan Amerika, universitas-universitas disana menaikkan uang kuliah tapi Turki justru membebaskan seluruh biaya kuliah dan sekolah bagi rakyatnya dan dijadikan sebagai tanggungan Negara. Disamping itu, Turki saat ini dengan sungguh-sungguh membiayai 300 ribu ilmuan untuk melakukan penelitian ilmiah untuk menuju kebangkitan turki sebagai Negara dengan ekonomi dan politik terkuat di dunia tahun 2023.

Di turki, gaji dan upah meningkat sebesar 300 %, gaji pegawai baru meningkat dari 340 lira Turki menjadi 957 lira. Anggaran pendidikan dan kesehatan mengungguli anggaran pertahanan. Gaji guru setara dengan gaji dokter, dan masih banyak lagi kemajuan Turki masa kini yang tidak dapat penulis paparkan satu persatu.

Kemajuan Turki paska sedikit demi sedikit meninggalkan sekularisme diatas menjadi pembelajaran penting tatkala agama dipisahkan dari ranah publik dan politik maka tidak akan datang pertolongan dari Allah. Agama sepatutnya dijadikan panduan dalam segala tatanan kehidupan. Bermuamalah, bersikap dan bertutur kata, hingga berpolitikpun harus dilandasi dengan agama.

Bayangkan ketika agama dikesampingkan dari tatanan kehidupan bersosial. Orang akan bebas berprilaku semaunya, saling menjatuhkan, menyakitkan, dan saling menzalimi. Sebagai contoh, agama melarang praktek riba’ dan mengurangi timbangan. Tatkala aturan agama yang satu ini tidak dipakai, maka akan banyak kecurangan-kecurangan dalam praktek perdagangan. Aksi tipu-tipu akan menjadi tradisi berdagang. Disamping itu, saling mengumpat, ghibah, memfitnah tidak akan ada larangan. Orang-orang akan bersikap semaunya. Tak akan ada lagi kata toleransi sebagaimana yang diajarkan agama.
Ketika berpolitik juga dipisahkan dengan kaidah keagamaan. Maka pemimpin tak akan lagi memikirkan kemashlahatan umat sebagaimana yang agama perintahkan. Kezaliman, penindasan akan merajalela. Hakim tak akan peduli lagi dengan keadilan yang diajarkan agama. Para politisi akan sibuk memperkaya diri. Amanah akan dikhianati sebab tak ada ketakutan lagi pada balasan akhirat kelak.

Berbeda kasusnya tatkala agama disandingkan dengan kehidupan sosial dan berpolitik. Bersosial dan berpolitik akan selalu dengan tuntunan. Tidak akan ada lagi penindasan dan kezaliman yang merajalela. Hal ini disebabkan ada aturan agama yang senantiasa mengikat dan menjaga.

Dengan ini Allah Ridho, dan rahmatpun akan mengucur dari langit dan buminya. Bukankah telah jelas Firman Allah. “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka (dengan itu) Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Al-A’raf: 96)”. Wallahu’alam bishshawaf.