http://www.hidayatullah.com/ |
Sekularisme dan westernisasi yang merajelala di Turki mendatangkan kemudaratan yang besar dari sisi moral dan etika sebagai Negara yang mayoritas beragama islam. Bagaimana tidak, pada kala itu hak muslimah untuk menggunakan jilbab dibatasi. Setiap mahasiswi dilarang menggunakan jilbab di wilayah akademik Turki, di sekolah maupun kampus. Konsumsi bir merajalela. Pembangunan tempat ibadah dibatasi.
Dari sisi ekonomi, julukan "The Sick Man of Europe” begitu melekat bagi Negara yang satu ini. Perekonomian Turki terpuruk ke peringkat 111 dunia. Negara Turki kala itu menjadi pengemis bantuan. Sekularisme yang dianggap akan mampu membawa Turki dapat bergabung dengan uni Eropa dan dengan itu diharapkan dapat meningkatkan perekonomian Turki yang terpuruk, seakan hanya menjadi angan-angan. Turki diejek dengan julukan “si kecil yang ingin bergabung dengan raksasa Eropa”. Begitu memalukan sekali Turki kala itu.
Berbeda dengan Turki saat ini. Kini Turki telah bangkit dari keterpurukan. Sekularisme Turki sedikit demi sedikit disingkirkan dari tatanan kehidupan Turki yang demokratis dan agamis. Aturan pelarangan jilbab dihapus, warga Turki yang dulunya sekuler, yang tak peduli dengan aturan agama, kini telah kembali ke jalan agama yang lurus. Masjidpun kembali ramai dikunjungi di waktu-waktu shalat. Sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Umum BAZNAS Dr. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc saat mengunjungi Turki. Ia mengungkapkan kekagumannya atas masjid Turki yang penuh sesak dipenuhi oleh jama’ah muda ketika shalat subuh dilaksanakan. Ramainya seperti ramainya jama’ah shalat jum’at di Indonesia.
Turki telah kembali ke fitrahnya sebagai Negara yang religius, Negara inipun bangkit tak hanya dari sisi religiulitasnya saja, tapi dari seluruh aspek sosial dan pengaruhnya di dunia Internasional. Perekonomian Turki meningkat dari peringkat 111 dunia ke peringkat 16 dunia dengan rata-rata peningkatannya sebesar 10 % pertahun, yang artinya kala ini Turki telah masuk menjadi 20 negara besar terkuat di dunia.
Dari dunia penerbangan, Turkish Airline meraih peringkat sebagai maskapai penerbangan terbaik di dunia 3 tahun berturut-turut. Dan untuk pertama kalinya Turki di masa modern ini memproduksi sendiri Tank baja, pesawat terbang dan pesawat tempur tanpa awak, serta satelit militer modern pertama yang multi fungsi.
Dari dunia pendidikan, saat ini Turki dalam 10 tahun kepemimpinan Erdogan telah membangun 125 universitas baru, 189 sekolah, 510 rumah sakit baru, dan 169.000 kelas baru yang modern sehingga rasio siswa per kelas tidak lebih dari 21 orang perkelas. Diceritakan tatkala krisis ekonomi menimpa Eropa dan Amerika, universitas-universitas disana menaikkan uang kuliah tapi Turki justru membebaskan seluruh biaya kuliah dan sekolah bagi rakyatnya dan dijadikan sebagai tanggungan Negara. Disamping itu, Turki saat ini dengan sungguh-sungguh membiayai 300 ribu ilmuan untuk melakukan penelitian ilmiah untuk menuju kebangkitan turki sebagai Negara dengan ekonomi dan politik terkuat di dunia tahun 2023.
Di turki, gaji dan upah meningkat sebesar 300 %, gaji pegawai baru meningkat dari 340 lira Turki menjadi 957 lira. Anggaran pendidikan dan kesehatan mengungguli anggaran pertahanan. Gaji guru setara dengan gaji dokter, dan masih banyak lagi kemajuan Turki masa kini yang tidak dapat penulis paparkan satu persatu.
Kemajuan Turki paska sedikit demi sedikit meninggalkan sekularisme diatas menjadi pembelajaran penting tatkala agama dipisahkan dari ranah publik dan politik maka tidak akan datang pertolongan dari Allah. Agama sepatutnya dijadikan panduan dalam segala tatanan kehidupan. Bermuamalah, bersikap dan bertutur kata, hingga berpolitikpun harus dilandasi dengan agama.
Bayangkan ketika agama dikesampingkan dari tatanan kehidupan bersosial. Orang akan bebas berprilaku semaunya, saling menjatuhkan, menyakitkan, dan saling menzalimi. Sebagai contoh, agama melarang praktek riba’ dan mengurangi timbangan. Tatkala aturan agama yang satu ini tidak dipakai, maka akan banyak kecurangan-kecurangan dalam praktek perdagangan. Aksi tipu-tipu akan menjadi tradisi berdagang. Disamping itu, saling mengumpat, ghibah, memfitnah tidak akan ada larangan. Orang-orang akan bersikap semaunya. Tak akan ada lagi kata toleransi sebagaimana yang diajarkan agama.
Ketika berpolitik juga dipisahkan dengan kaidah keagamaan. Maka pemimpin tak akan lagi memikirkan kemashlahatan umat sebagaimana yang agama perintahkan. Kezaliman, penindasan akan merajalela. Hakim tak akan peduli lagi dengan keadilan yang diajarkan agama. Para politisi akan sibuk memperkaya diri. Amanah akan dikhianati sebab tak ada ketakutan lagi pada balasan akhirat kelak.
Berbeda kasusnya tatkala agama disandingkan dengan kehidupan sosial dan berpolitik. Bersosial dan berpolitik akan selalu dengan tuntunan. Tidak akan ada lagi penindasan dan kezaliman yang merajalela. Hal ini disebabkan ada aturan agama yang senantiasa mengikat dan menjaga.
Dengan ini Allah Ridho, dan rahmatpun akan mengucur dari langit dan buminya. Bukankah telah jelas Firman Allah. “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka (dengan itu) Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Al-A’raf: 96)”. Wallahu’alam bishshawaf.
No comments:
Write comments